Pengantar
Adanya bimbingan dan konseling – baik layanan dan tenaga profesionalnya – memang lebih dominan berada di jenjang SMP/MTs maupun SMA/SMK/MA/MAK. Jarang terjadi adanya dua hal tersebut di jenjang TK/PAUD, MI/SD, apalagi di jenjang Pendidikan Tinggi. Lebih tidak ada lagi di Perguruan Tinggi Keagaman Islam (PTKI) (negeri/maupun swasta). Kalaupun ada masih sebatas adanya jurusan/program studi Bimbingan dan Konseling Islam (dulu bernama bimbingan dan penyuluhan Islam = BPI) di Fakultas Dakwah ataupun Bimbingan dan Konseling (BK) dalam konteks Pendidikan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK). Walaupun adanya jurusan BK di bawah payung FITK masih bermasalah dalam konteks ijin operasional maupun akan berakibat adanya eksodus calon mahasiswa BK dari fakultas satu ke fakultas lain.
Berbicara tentang layanan Bimbingan dan Konseling dan tenaga profesionalnya di perguruan tinggi memang jarang diimplementasikan, sementara hal itu sangat diperlukan karena pertimbangan dari sisi mahasiswa maupun civita akademik lainnya. Sisi mahasiswa harus beradaptasi dengan model pembelajaran yang berbeda dengan jenjang pendidikan sebelumnya (sistem kredit semester), kebebasan memilih dosen/mata kuliah/konsentrasi, kebebasan memilih kegiatan ekstra kurikuler maupun ekstra kampus, dan masalah lainnya. Dari sisi dosen yang mengajar mahasiswa agak kesulitan menghadapi karena usia mahasiswa berada pada masa remaja akhir dan dewasa awal, atau berada di antara keduanya, yakni transisi dari masa remaja ke masa dewasa sehingga harus mengajar dengan model pedagogik atau andragogi, dan yang lainnya. Belum lagi mengarahkan mahasiswa agar siap menghadapi tantangan dunia kerja yang semakin kompetitif.
Beberapa Perguruan Tinggi (PT) sudah mengadakan kegiatan layanan bimbingan secara institusional seperti Layanan Bimbingan dan Konseling (LBK) Univeristas Negeri Yogyakarta sudah berdiri tahun 1976, Unit Bimbingan dan Konseling UM dirintis sejak tahun 1968, Unit Pelayanan Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Padang, atau nama lain di beberapa PT.
BK DI PERGURUAN TINGGI
Perguruan Tinggi saat ini dihadapkan pada perubahan yang sangat cepat dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan ini harus diikuti oleh para civitas akademikanya terutama dosen dan mahasiswanya. Jika tidak diikuti terutama mahasiswanya maka akan terjadi jumlah putus kuliah yang semakin bertambah, ketidakpercayaan diri mahasiswa, kesiapan untuk bekerja setelah lulus dan problem lainnya. Seperti temuan Fowler (2003:2) kegagalan mahasiswa di perguruan tinggi karena tidak dipersiapkan secara akademik sejak semula oleh sekolah sebelumnya dan lembaga perguruan tinggi belum berfokus pada bantuan ini.
Sementara K. Sudha Rani, T. Ananda, and M. Krishnaveni (2013) menemukan bahwa pada tahap di perguruan tinggi mahasiswa menghadapi banyak kendala karena mereka transit dari studi untuk bekerja. Hal ini menjadikan lembaga pendidikan tinggi harus menjalankan peran penting ini dalam memberikan orientasi karir kepada mahasiswa pada tahap yang menentukan hidup mereka.
Onyilofor (2013) menemukan hasil penelitian di perguruan tinggi Nigeria dalam pengembangan kurikulum perguruan tinggi melibatkan konselor profesional agar kurikulum sesuai dengan keinginan dunia industri, pemecahan masalah, dan lingkungan yang mendukung.
Perguruan tinggi harus menyediakan layanan pada mahasiswa perguruan tinggi didasarkan pada tingkat kebutuhan mereka (Melinda Mechur Karp, 2013:22). Adapun temuan Wright dan Maree yang dikutip Dabula and Makura (2013) menyatakan bahwa mahasiswa yang banyak mengalami dropout di perguruan tinggi dikarenakan kurangnya informasi dan rendahnya kualitas mahasiswa
Tinjauan Tentang Usia Mahasiswa dan Masalah yang Dihadapinya
Knowles (1990) menyatakan mahasiswa dengan usia 18-30 tahun berorientasi pada: vocation and career-exploring career options, home and family living-preparing for mariage, personal development-developing your religious faith, enjoyment of leisure-finding new friends, health-developing a healthy life style, and community living-learning how to exert influence.
Mahasiswa memiliki orientasi pada pilihan penjelajahan karir dan kejuruan, rumah dan persiapan hidup untuk berkeluarga, pengembangan pribadi berkaitan dengan keyakinan beragama, kenikmatan untuk menemukan teman baru, pengembangan kesehatan melalui gaya hidup sehat, dan belajar hidup bermasyarakat. Orientasi hidup yang demikian mengharuskan perguruan tinggi untuk bisa memfasilitasi ketercapaiannya pada setiap mahasiswa sehingga bisa menjadikan bahagia.
Tantangan umur duapuluhan menurut pendapat Wang (2011:13) adalah sebagai berikut:
Experimenting; making tentative attachment, working, gaining comfort and compentence with money, love, and sex; establishing habits of self-rseponsilbe behavior;maintaining a leisure life.
Dua pendapat di atas menurut saran Muango and Joel (2012:154) bahwa bimbingan dan konseling di perguruan tinggi harus lebih berfokus pada masalah sosial, keluarga, kesehatan dan finansial yang dihadapi mahasiswa. Pendapat ini senada pernyataan PP No. 29 tahun 1990 pasal 27 bahwa bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka upaya menemukan pribadi, lingkungan, dan merencanakan masa depan. Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi, dimaksudkan agar peserta didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri, serta menerimanya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut.
Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan dimaksudkan agar peserta didik mengenal secara objektif lingkungan sosial dan fisik, dan menerima berbagai lingkungan itu secara positif dan dinamis pula. Sedangkan bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan dimaksudkan agar peserta didik mampu mempertimbangkan dan mengambil keputusan tentang masa depan dirinya sendiri, baik yang menyangkut bidang pendidikan, karier, maupun bidang budaya, keluarga, atau kemasyarakatan.
Secara umum, manusia menurut Roos L. Mooney memiliki masalah kurang lebih 330 buah. Terklasifikasikan menjadi 11 masalah utama, yaitu:
No | Jenis Masalah |
1 | Health and Physycal Development ( HPD ) |
2 | Finance, Living Conditions and Employment ( FLE ) |
3 | Social and Recreational Activities ( SRA ) |
4 | Social Psychological Relations ( SPR ) |
5 | Personal Psychological Relations ( PPR ) |
6 | Courtship, Sex and Married ( CSM ) |
7 | Home and Family ( HF ) |
8 | Morals and Religion ( MR ) |
9 | Adjustment to College Work ( ACW ) |
10 | The Future Vocational and Education ( FVE ) |
11 | Curruculum and Teaching Prosedures ( CTP ) |
Secara spesifik masalah yang dihadapi mahasiswa menurut July Ivone (2011:16-17) dapat diklasifikasikan dalam 5 kategori, yaitu:
Dua garis besar permasalahan dari dua tokoh di atas bisa menjadi acuan pelayanan BK di Perguruan Tinggi. Modelnya bisa dengan tiga cara:
Ketika kegiatan ini bisa berjalan maka kesejahteraan mahasiswa meningkat dengan ditambah pelayanan kesehatan bagi civitas akademika.
IAIN SURAKARTA, BAGAIMANA?
Tuntutan penyelenggaraan BK di Perguruan tinggi memang tercantum dalam salah satu standar di akreditasi tingkat program studi dan institusi. Hal ini memang perlu mulai dirintis sehingga bisa mendukung perbaikan grade akreditasi.
Secara sumber daya manusia sebenarnya memungkinkan untuk bisa segera direalisasikan, gambarannya sebagai berikut:
Jenjang Pendidikan | Jumlah |
Lulus S-1, S-2, dan S-3 Psikologi/BK | 2 orang |
Lulus S-1 dan S-2 Psikologi/BK belum S3 | 3 orang |
Lulus S-1 Psikologi/BK, S-2 dan S3 Non Psikologi/BK | 2 orang |
Lulus S-1 Non Psikologi/BK, S-2 dan S-3 Psikologi/BK | 1 orang |
Lulus S-1 dan S-2 Non Psikologi/BK Lulus S3 Psikologi/BK | 2 orang |
Jumlah | 10 orang |
Tabel tersebut menunjukkan sebenarnya kampus bisa segera merealisasikan pendirian lembaga khusus untuk memberikan layanan BK dilihat dari sumber daya konselor. Lebih kuat lagi secara operasional didukung oleh semua dosen yang menjadi wali studi/pembimbing akademik/penasehat akademik di tiap fakultas. Hanya tinggal persoalan kemauan. Semoga bisa cepat terealisir. (Muhammad Munadi)
Daftar Pustaka
Agita Smitina. ( ). A critical analysis of career guidance in Latvian higher education. www.tlu.ee
Dabula, Prince and Makura, Alfred Henry. (2013). High school students’ perceptions of career guidance and development programmes for university access. International Journal Education Sciences. Vol. 5 (2):89-97
Melinda Mechur Karp, (2013). Entering a program: Helping students make academic an career decissions. CCRC Working paper no. 59.
Muango, Grace and Joel, Ogutu J.P. (2012). An evaluation of the effectiveness of guidance and counseling services in Public Universities in Kenya. Journal of Emerging Trends in Educational Research and Policy Studies (JETERAPS) Vol. 3 (2):151-154. Jeteraps.scholarlinkresearch.org
Knowles, M.S. (1990). The Adult learner:A neglected species (4th ed). Houston Texas:Golf Publishing Company
Onyilofor, Florence N. C.. (2013). Repositioning Guidance and Counselling and Curriculum Innovation in Higher Education in Nigeria. Journal of International Education Research, v9 n2 p153-164 2013. http://eric.ed.gov/?id=EJ1010879
Wang, VCX. Ed.(2011). Counseling in Andragogy and Pendagogy. In Encysclopedia of E-Leadership, Counseling and Training.
Seyoum, Yilfashewa. (2011). Revitalizing Quality Using Guidance Counseling In Ethiopian Higher Education Institutions: Exploring Students’ Views And Attitudes At Haramaya University. International Journal of Instruction July 2011 Vol.4, No.2 www.e-iji.net
July Ivone. (2011). Bimbingan Dan Konseling Mahasiswa. Bandung: Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha.
repository.maranatha.edu/…/Bimbingan%20dan%20Konseling%20Maha
Fowler (2003). Student retention problems in higher education in a developing country. http://www2.warwick.ac.uk/fac/soc/wbs/conf/olkc/archive/oklc5/papers/l-5_fowler.pdf